PEMBAHASAN
I.
Sejarah dan Perkembangan Bahasa Indonesia
11. Perkembangan Bahasa Indonesia Sebelum Merdeka
Pada dasarnya Bahasa
Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu di
pakai sebagai bahasa penghubung antar suku di Nusantara dan sebagai bahasa yang
digunakan dalam perdagangan antara pedagang dari dalam Nusantara dan dari luar
Nusantara.
Perkembangan dan
pertumbuhan bahasa Melayu tampak lebih jelas dari berbagai
peninggalan-peninggalan misalnya:
·
Tulisan yang terdapat pada batu Nisan di Minye
Tujoh, Aceh pada tahun 1380
·
Prasasti Kedukan Bukit, di Palembang pada
tahun 683.
·
Prasasti Talang Tuo, di Palembang pada
Tahun 684.
·
Prasasti Kota Kapur, di Bangka Barat, pada
Tahun 686.
·
Prasati Karang Brahi Bangko, Merangi,
Jambi, pada Tahun 688.
Dan pada saat itu bahasa Melayu telah berfungsi sebagai:
1. Bahasa kebudayaan yaitu bahasa buku-buku yang berisi aturan-aturan hidup
dan sastra.
- Bahasa perhubungan (Lingua Franca) antar suku di
Indonesia
- Bahasa perdagangan baik bagi suku yang ada di
Indonesia maupun pedagang yang berasal dari luar Indonesia.
- Bahasa resmi kerajaan.
Bahasa Melayu menyebar ke
pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah
Nusantara, serta makin berkembang dan bertambah kokoh keberadaannya karena
bahasa Melayu mudah di terima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa
perhubungan antar pulau, antar suku, antar pedagang, antar bangsa dan antar
kerajaan. Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan
mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa persatuan bangsa Indonesia, oleh
karena itu para pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan
secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan
untuk seluruh bangsa Indonesia. (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928).
22. Perkembangan Bahasa Indonesia Sesudah Merdeka
Bahasa Indonesia lahir
pada tanggal 28 Oktober 1928. Pada saat itu, para pemuda dari berbagai pelosok
Nusantara berkumpul dalam rapat, para pemuda berikrar:
- Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku bertumpah
darah yang satu, Tanah Air Indonesia.
- Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku berbangsa
yang satu, Bangsa Indonesia.
- Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku menjunjung
tinggi bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.
Ikrar para pemuda ini di
kenal dengan nama “Sumpah Pemuda”. Unsur yang ketiga dari “Sumpah Pemuda”
merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa indonesia merupakan bahasa persatuan
bangsa indonesia. Pada tahun 1928 bahasa Indonesia di kokohkan kedudukannya
sebagai bahasa nasional. Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai
bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945, karena pada saat itu Undang-Undang
Dasar 1945 di sahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Di
dalam UUD 1945 di sebutkan bahwa “Bahasa Negara Adalah Bahasa Indonesia,(pasal
36). Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945,
telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa indonesia secara konstitusional
sebagai bahasa negara. Kini bahasa Indonesia dipakai oleh berbagai lapisan masyarakat
Indonesia.
33. Peresmian Nama Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia adalah
bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa
Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerekaan Indonesia,
tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di
Timor Leste, Bahasa Indonesia berposisi sebagi bahasa kerja. Dari sudut pandang
Linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu.
Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu-Riau dari abad ke-19.
Dalam perkembangannya ia
mengalami perubahan akibat penggunaannya sebagi bahasa kerja di lingkungan
administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20.
Penamaan “Bahasa Indonesia” di awali sejak di canangkannya Sumpah Pemuda, 28
Oktober 1928, untuk menghindari kesan “Imperialisme bahasa” apabila nama bahasa
Melayu tetap di gunakan.
Proses ini menyebabkan
berbedanya Bahasa indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang digunakan
di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, bahasa Indonesia merupakan
bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui
penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing. Meskipun di
pahami dan di tuturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, bahasa Indonesia
bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga Indonesia
menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di indonesia sebagai bahasa
Ibu. Penutur Bahasa indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial)
atau mencampur adukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa Ibunya.
Meskipun demikian ,
bahasa Indonesia digunakan sangat luas di perguruan-perguruan. Di media massa,
sastra, perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik
lainnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa bahasa Indonesia di gunakan oleh
semua warga Indonesia. Bahasa Melayu dipakai dimana-mana diwilayah nusantara
serta makin berkembang dengan dan bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu
yang dipakai di daerah-daerah di wilayah nusantara dalam pertumbuhan
dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu menyerap kosa kata dari
berbagai bahasa, terutama dari bahasa Sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab,
dan bahasa-bahasa Eropa.
Bahasa Melayu pun dalam
perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek. Perkembangan bahasa
Melayu diwilayah nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa
persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Komikasi rasa persaudaraan dan
persatuan bangsa Indonesia. Komunikasi antar perkumpulan yang bangkit pada masa
itu menggunakan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa
persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia dalam sumpah pemuda 28 Oktober 1928.
Untuk memperoleh bahasa nasionalnya, Bangsa Indonesia harus berjuang dalam
waktu yang cukup panjang dan penuh dengan tantangan.
Perjuangan demikian harus
dilakukan karena adanya kesadaran bahwa di samping fungsinya sebagai alat
komunikasi tunggal, bahasa nasional sebagai salah satu ciri cultural, yang ke
dalam menunjukkan sesatuan dan keluar menyatakan perbedaan dengan bangsa lain.
Ada empat faktor yang
menyebabkan bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia, yaitu:
- Bahasa melayu adalah merupakan Lingua Franca di
Indonesia, bahasa perhubungan dan bahasa perdagangan.
- Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah di pelajari
karena dalam bahasa Melayu tidak di kenal tingkatan bahasa (bahasa kasar
dan bahasa halus).
- Suku Jawa, Suku Sunda, dan Suku-Suku yang lainnya
dengan sukarela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional.
- Bahasa Melayu mempunyai kesanggupan untuk di pakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.
II.
Peristiwa Penting Tentang Perkembangan Bahasa
Indonesia
·
Tahun 1908 pemerintah kolonial mendirikan sebuah badan
penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman
Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Badan
penerbit ini menerbitkan novel-novel, seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku
penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit
membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
·
Tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek Kajo menggunakan
bahasa Indonesia dalam pidatonya. Hal ini untuk pertama kalinya dalam sidang Volksraad, seseorang
berpidato menggunakan bahasa Indonesia.
·
Tanggal 28 Oktober 1928 secara resmi Muhammad Yamin mengusulkan
agar bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan Indonesia.
·
Tahun 1933 berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang
menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang
dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana.
·
Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana menyusun
Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia.
·
Tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres itu dapat
disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah
dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
·
Tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal
36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
·
Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan ejaan Republik sebagai
pengganti ejaan Van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
·
Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1954 diselenggarakan
Kongres Bahasa Indonesia II di Medan. Kongres ini merupakan perwujudan tekad
bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang
diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
·
Tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden
Republik Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang
dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.
·
Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia
(Wawasan Nusantara).
·
Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1978 diselenggarakan
Kongres Bahasa Indonesia III di Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka
memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan,
pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha
memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
·
Tanggal 21-26 November 1983 diselenggarakan Kongres
Bahasa Indonesia IV di Jakarta. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka
memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa
pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga
amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan
kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan
baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.
·
Tanggal 28 Oktober s.d 3 November 1988 diselenggarakan
Kongres Bahasa Indonesia V di Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira
tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Indonesia dan peserta tamu dari
negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres
itu ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
·
Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1993 diselenggarakan
Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa
dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei
Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea
Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia,
serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.
·
Tanggal 26-30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres
Bahasa Indonesia VII di Hotel Indonesia, Jakarta.
Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa.
III.
Fungsi Bahasa Indonesia
Fungsi bahasa Indonesia
dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu fungsi bahasa secara umum dan secara
khusus.
Fungsi bahasa secara
umum:
1. Sebagai alat untuk mengungkapkan
perasaan atau mengekspresikan diri.
Mampu mengungkapkan gambaran, maksud,
gagasan, dan perasaan. Melalui bahasa kita dapat menyatakan secara terbuka
segala sesuatu yang tersirat di dalam hati dan pikiran kita. Ada 2
unsur yang mendorong kita untuk mengekspresikan diri, yaitu:
·
Agar menarik perhatian orang lain
terhadap diri kita.
·
Keinginan untuk membebaskan diri kita
dari semua tekanan emosi.
2. Sebagai alat komunikasi.
Bahasa merupakan saluran maksud
seseorang, yang melahirkan perasaan dan memungkinkan masyarakat untuk bekerja
sama. Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri. Pada
saat menggunakan bahasa sebagai komunikasi, berarti memiliki tujuan agar para
pembaca atau pendengar menjadi sasaran utama perhatian seseorang. Bahasa yang
dikatakan komunikatif karena bersifat umum. Selaku makhluk sosial yang
memerlukan orang lain sebagai mitra berkomunikasi, manusia memakai dua cara
berkomunikasi, yaitu verbal dan non verbal. Berkomunikasi secara verbal
dilakukan menggunakan alat/media bahasa (lisan dan tulis), sedangkan
berkomunikasi secara non verbal dilakukan menggunakan media berupa aneka
symbol, isyarat, kode, dan bunyi seperti tanda lalu lintas/ sirene setelah itu
diterjemahkan kedalam bahasa manusia.
3. Sebagai alat berintegrasi dan
beradaptasi sosial.
Pada saat beradaptasi dilingkungan
sosial, seseorang akan memilih bahasa yang digunakan tergantung situasi dan
kondisi yang dihadapi. Seseorang akan menggunakan bahasa yang non standar pada
saat berbicara dengan teman-teman dan menggunakan bahasa standar pada saat
berbicara dengan orang tua atau yang dihormati. Dengan menguasai bahasa suatu
bangsa memudahkan seseorang untuk berbaur dan menyesuaikan diri dengan bangsa.
4. Sebagai alat kontrol sosial.
Yang mempengaruhi sikap, tingkah laku, serta tutur kata seseorang. Kontrol sosial
dapat diterapkan pada diri sendiri dan masyarakat, contohnya buku-buku
pelajaran, ceramah agama, orasi ilmiah, mengikuti diskusi serta iklan layanan
masyarakat. Contoh lain yang menggambarkan fungsi bahasa sebagai alat
kontrol sosial yang sangat mudah kita terapkan adalah sebagai alat peredam rasa
marah. Menulis merupakan salah satu cara yang sangat efektif untuk meredakan
rasa marah kita.
Fungsi bahasa
secara khusus:
1.
Mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari- hari.
Manusia adalah makhluk sosial yang tak
terlepas dari hubungan komunikasi dengan makhluk sosialnya. Komunikasi yang
berlangsung dapat menggunakan bahasa formal dan non formal.
2.
Mewujudkan seni (sastra).
Bahasa yang dapat dipakai untuk
mengungkapkan perasaan melalui media seni, seperti syair, puisi, prosa dll.
Terkadang bahasa yang digunakan yang memiliki makna denotasi atau makna yang
tersirat. Dalam hal ini, diperlukan pemahaman yang mendalam agar bisa
mengetahui makna yang ingin disampaikan.
3.
Mempelajari bahasa-bahasa kuno.
Dengan mempelajari bahasa kuno, akan
dapat mengetahui peristiwa atau kejadian dimasa lampau. Untuk mengantisipasi
kejadian yang mungkin atau dapat terjadi kembali dimasa yang akan datang, atau
hanya sekedar memenuhi rasa keingintahuan tentang latar belakang dari suatu
hal. Misalnya untuk mengetahui asal dari suatu budaya yang dapat ditelusuri
melalui naskah kuno atau penemuan prasasti-prasasti.
4.
Mengeksploitasi IPTEK.
Dengan jiwa dan sifat keingintahuan yang
dimiliki manusia, serta akal dan pikiran yang sudah diberikan Tuhan kepada
manusia, maka manusia akan selalu mengembangkan berbagai hal untuk mencapai
kehidupan yang lebih baik. Pengetahuan yang dimiliki oleh manusia akan selalu
didokumentasikan supaya manusia lainnya juga dapat mempergunakannya dan
melestarikannya demi kebaikan manusia itu sendiri.
IV.
Kedudukan Bahasa Indonesia
A.
Kedudukan Bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional
Kehadiran bahasa Indonesia mengikuti perjalanan
sejarah yang panjang, bukan seperti anak kecil yang menemukan kelereng di
tengah jalan. Perjalanan itu dimulai sebelum kolonial masuk ke bumi Nusantara,
dengan bukti-bukti prasasti yang ada, misalnya yang didapatkan di Bukit Talang
Tuwo dan Karang Brahi serta batu nisan di Aceh, sampai dengan tercetusnya
inspirasi persatuan pemuda-pemuda Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 .
Butir ketiga
dianggap sesuati yang luar biasa., sebab negara-negara lain, khususnya negara
tetangga kita, mencoba untuk membuat hal yang sama selalu mengalami kegagalan
yang dibarengi dengan bentrokan sana-sini. Oleh pemuda kita, kejadian itu
dilakukan tanpa hambatan sedikit pun, sebab semuanya telah mempunyai kebulatan
tekad yang sama. Kita patut bersyukur dan angkat topi kepada mereka.
Kita tahu bahwa saat itu, sebelum tercetusnya Sumpah
Pemuda, bahasa Melayu dipakai sebagai Lingua Franca di seluruh kawasan tanah
air kita. Hal itu terjadi sudah berabad-abad sebelumnya. Dengan adanya kondisi
yang semacam itu, masyarakat kita sama sekali tidak merasa bahwa bahasa
daerahnya disaingi. Di balik itu, mereka telah menyadari bahwa bahasa daerahnya
tidak mungkin dapat dipakai sebagai alat perhubungan antar suku, sebab yang
diajak komunikasi juga mempunyai bahasa daerah tersendiri. Adanya bahasa Melayu
yang dipakai sebagai Lingua Franca ini pun tidak akan mengurangi fungsi bahasa
daerah. Bahasa daerah tetap dipakai dalam situasi kedaerahan dan tetap
berkembang. Kesadaran masyarakat yang semacam itulah, khusunya pemuda-pemudanya
yang mendukung lancarnya inspirasi sakti di atas.
“Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang
diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25-28 Februari 1975 antara lain
menegaskan bahwa dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia
berfungsi sebagai :
(1) Lambang kebanggaan nasional
Sebagai lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia
‘memancarkan’ nilai-nilai sosial budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan
keluhuran nilai yang dicerminkan bangsa Indonesia, kita harus bangga dengannya;
kita harus menjunjungnya; dan kita harus mempertahankannya. Sebagai realisasi
kebanggaan kita terhadap bahasa Indonesia, kita harus memakainya tanpa ada rasa
rendah diri, malu dan acuh tak acuh. Kita harus bangga memakainya dengan
memelihara dan mengembangkannya.
(2) Lambang identitas nasional
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia
merupakan ‘lambang’ bangsa Indonesia. Ini berari, dengan bahasa Indonesia akan
dapat diketahui siapa kita, yaitu sifat, perangai, dan watak kita sebagai
bangsa Indonesia. Karena fungsinya yang demikian itu, maka kita harus
menjaganya jangan sampai ciri kepribadian kita tidak tercermin di dalamnya.
Jangan sampai bahasa Indonesia tidak menunjukkan gambaran bangsa Indonesia yang
sebenarnya.
(3) Alat pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-beda latar
belakang sosial budaya dan bahasanya
Dengan fungsi ini memungkinkan masyarakat Indonesia
yang beragam latar belakang sosial budaya dan berbeda-beda bahasanya dapat
menyatu dan bersatu dalam kebangsaan, cita-cita, dan rasa nasib yang sama.
Dengan bahasa Indonesia, bangsa Indonesia merasa aman dan serasi hidupnya,
sebab mereka tidak merasa bersaing dan tidak merasa lagi ‘dijajah’ oleh
masyarakat suku lain. Apalagi dengan adanya kenyataan bahwa dengan menggunakan
bahasa Indonesia, identitas suku dan nilai-nilai sosial budaya daerah masih
tercermin dalam bahasa daerah masing-masing. Kedudukan dan fungsi bahasa daerah
masih tegar dan tidak bergoyah sedikit pun. Bahkan, bahasa daerah diharapkan
dapat memperkaya khazanah bahasa Indonesia.
(4) Alat perhubungan antarbudaya antardaerah.
Bahasa Indonesia sering kita rasakan manfaatnya dalam
kehidupan sehari-hari. Bayangkan saja apabila kita ingin berkomunikasi dengan
seseorang yang berasal dari suku lain yang berlatar belakang bahasa berbeda,
mungkinkah kita dapat bertukar pikiran dan saling memberikan informasi?
Bagaimana cara kita seandainya kita tersesat jalan di daerah yang masyarakatnya
tidak mengenal bahasa Indonesia? Bahasa Indonesialah yang dapat menanggulangi
semuanya itu. Dengan bahasa Indonesia kita dapat saling berhubungan untuk
segala aspek kehidupan. Bagi pemerintah, segala kebijakan dan strategi yang
berhubungan dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan
kemanan (disingkat: ipoleksosbudhankam) mudah diinformasikan kepada warganya.
Akhirnya, apabila arus informasi antarkita meningkat berarti akan mempercepat
peningkatan pengetahuan kita. Apabila pengetahuan kita meningkat berarti tujuan
pembangunan akan cepat tercapai.
B. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara/Resmi
Sebagaimana kedudukannya sebagai bahasa nasional,
bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi pun mengalami perjalanan sejarah
yang panjang. Secara resmi adanya bahasa Indonesia dimulai sejak Sumpah Pemuda,
28 Oktober 1928. Ini tidak berarti sebelumnya tidak ada. Ia merupakan sambungan
yang tidak langsung dari bahasa Melayu. Dikatakan demikian, sebab pada waktu
itu bahasa Melayu masih juga digunakan dalam lapangan atau ranah pemakaian yang
berbeda. Bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa resmi kedua oleh pemerintah
jajahan Hindia Belanda, sedangkan bahasa Indonesia digunakan di luar situasi
pemerintahan tersebut oleh pemerintah yang mendambakan persatuan Indonesia dan
yang menginginkan kemerdekaan Indonesia. Demikianlah, pada saat itu terjadi
dualisme pemakaian bahasa yang sama tubuhnya, tetapi berbeda jiwanya: jiwa
kolonial dan jiwa nasional.
Secara
terperinci perbedaan lapangan atau ranah pemakaian antara kedua bahasa itu
terlihat pada perbandingan berikut ini.
Bahasa Melayu:
a).
Bahasa resmi kedua di samping bahasa Belanda, terutama untuk tingkat yang
dianggap rendah.
b).
Bahasa yang diajarkan di sekolah-sekolah yang didirikan atau menurut sistem
pemerintah Hindia Belanda.
c).
Penerbitan-penerbitan yang dikelola oleh jawatan pemerintah Hindia Belanda.
Bahasa Indonesia:
a).
Bahasa yang digunakan dalam gerakan kebangsaan untuk mencapai kemerdekaan
Indonesia.
b).
Bahasa yang digunakan dalam penerbitan-penerbitan yang bertujuan untuk
mewujudkan cita-cita perjuangan kemerdekaan Indonesia baik berupa: (1)
bahasa pers dan (2) bahasa dalam hasil sastra.
Kondisi
di atas berlangsung sampai tahun 1945.
Bersamaan dengan diproklamasikannya kemerdekaan
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, diangkat pula lah bahasa Indonesia
sebagai bahasa negara. Hal itu dinyatakan dalam UUD 1945, Bab XV, Pasal 36.
Pemilihan bahasa sebagai bahasa negara bukanlah pekerjaan yang mudah dilakukan.
Terlalu banyak hal yang harus dipertimbangkan. Salah timbang akan mengakibatkan
tidak stabilnya suatu negara. Sebagai contoh konkret, negara tetangga kita
Malaysia, Singapura, Filipina, dan India, masih tetap menggunakan bahasa
Inggris sebagai bahasa resmi di negaranya, walaupun sudah berusaha dengan
sekuat tenaga untuk menjadikan bahasanya sendiri sebagai bahasa resmi.
Hal-hal yang merupakan penentu keberhasilan pemilihan
suatu bahasa sebagai bahasa negara apabila :
(1) Bahasa
tersebut dikenal dan dikuasai oleh sebagian besar penduduk negara itu
(2) Secara
geografis, bahasa tersebut lebih menyeluruh penyebarannya, dan bahasa tersebut
diterima oleh seluruh penduduk negara itu. Bahasa-bahasa yang terdapat di
Malaysia, Singapura, Filipina, dan India tidak mempunyai ketiga faktor di atas,
terutama faktor yang nomor
(3) Masyarakat multilingual yang terdapat di negara
itu saling ingin mencalonkan bahasa daerahnya sebagai bahasa negara. Mereka
saling menolak untuk menerima bahasa daerah lain sebagai bahasa resmi
kenegaraan. Tidak demikian halnya dengan negara Indonesia. Ketiga faktor di atas
sudah dimiliki bahasa Indonesia sejak tahun 1928. Bahkan, tidak hanya itu, sebelumnya
bahasa Indonesia sudah menjalankan tugasnya sebagai bahasa nasional, bahasa
pemersatu bangsa Indonesia. Dengan demikian, hal yang dianggap berat bagi
negara-negara lain, bagi kita tidak merupakan persoalan. Oleh sebab itu, kita
patut bersyukur kepada Tuhan atas anugerah besar ini.
Dalam “Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa
Nasional” yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975
dikemukakan bahwa di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia
befungsi sebagai berikut:
(1) Bahasa resmi kenegaraan
Pembuktian bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi
kenegaran ialah digunakannya bahasa Indonesia dalam naskah proklamasi
kemerdekaan RI 1945. Mulai saat itu dipakailah bahasa Indonesia dalam segala
upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan baik dalam bentuk lisan maupun
tulis.
(2) Bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan
Bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di
lembaga-lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan
tinggi. Hanya saja untuk kepraktisan, beberapa lembaga pendidikan rendah yang
anak didiknya hanya menguasai bahasa ibunya (bahasa daerah) menggunakan bahasa
pengantar bahasa daerah anak didik yang bersangkutan. Hal ini dilakukan sampai
kelas tiga Sekolah Dasar. Untuk memperlancar hal tesebut maka, materi pelajaran
yang berbentuk media cetak hendaknya juga berbahasa Indonesia. Hal ini dapat
dilakukan dengan menerjemahkan buku-buku yang berbahasa asing atau menyusunnya
sendiri. Apabila hal ini dilakukan, sangatlah membantu peningkatan perkembangan
bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan teknolologi (iptek).
Mungkin pada saat mendatang bahasa Indonesia berkembang sebagai bahasa iptek
yang sejajar dengan bahasa Inggris.
(3) Bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk
kepentingan pe-rencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah
Bahasa Indonesia dipakai dalam hubungan antarbadan
pemerintah dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat. Sehubungan dengan
itu hendaknya diadakan penyeragaman sistem administrasi dan mutu media
komunikasi massa. Tujuan penyeragaman dan peningkatan mutu tersebut agar isi
atau pesan yang disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh orang
kedua (baca: masyarakat).
(4) Bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu
pe-ngetahuan serta teknologi modern.
Sebagai fungsi pengembangan kebudayaan nasional, ilmu,
dan teknologi, bahasa Indonesia terasa sekali manfaatnya. Kebudayaan nasional
yang beragam itu, yang berasal dari masyarakat Indonesia yang beragam pula,
rasanya tidaklah mungkin dapat disebarluaskan kepada dan dinikmati oleh
masyarakat Indonesia dengan bahasa lain selain bahasa Indonesia. Apakah mungkin
guru tari Bali mengajarkan menari Bali kepada orang Jawa, Sunda, dan Bugis
dengan bahasa Bali? Tidak mungkin! Hal ini juga berlaku dalam penyebarluasan
ilmu dan teknologi modern. Agar jangkauan pemakaiannya lebih luas, penyebaran
ilmu dan teknologi, baik melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer,
majalah-majalah ilmiah maupun media cetak lain, hendaknya menggunakan bahasa
Indonesia. Pelaksanaan ini mempunyai hubungan timbal-balik dengan fungsinya
sebagai bahasa ilmu yang dirintis lewat lembaga-lembaga pendidikan, khususnya
di perguruan tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar